Langsung ke konten utama

Pemesan Ukiran Harus Bawa Bahan Baku Sendiri

Tidak ada rotan, akar pun jadi.

Pepatah ini sepertinya tepat digunakan untuk menggambarkan kreativitas perajin furnitur yang memanfaatkan akar kayu sebagai bahan baku utamanya. Ternyata, hasil kerajinannya memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding furnitur yang terbuat dari batang kayu.

Kerajinan ukiran kayu produksi Made Ardana, 49, boleh dibilang unik. Bahan bakunya terbuat dari akar kayu yang biasanya untuk kayu bakar. Oleh lelaki yang tinggal di Kelurahan Kepuharjo, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang ini, akar kayu yang bentuknya tidak aturan itu diubah menjadi karya seni bernilai tinggi.

Ukir kayu bonggolan produk lelaki asal Banjar Trujuk Selatan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Bali ini, sudah tidak dapat dihitung dengan jari. Hasil karyanya sudah tersebar mulai Jakarta, Surabaya, sebagian kota di Sumatra dan Kalimantan, hingga Indonesia Timur.
“Enggak, kami belum ekspor. Pembelinya masih orang sini,” aku Made, saat ditemui di ‘workshop’nya yang sederhana, pekan lalu. surya.co.id

Made Ardana menuturkan, untuk membentuk sebuah produk yang apik, dibutuhkan waktu agak lama dan harus memiliki keahlian khusus. Soal satu ini, pria yang hanya tamatan SD ini mengaku, telah mengasah keahliannya dengan malang melintang di Pulau Jawa dan Bali.

“Tapi, itu saja juga tidak cukup. Kunci utama, semua perajin ukir dituntut memiliki ketelatenan dan kesabaran,” ujar Made Ardana yang menikahi Ketut Maryati, dan telah memutuskan tinggal di Lumajang bersama dua anak mereka.

Kini, sehari-hari bersama empat karyawannya, ia menuangkan kepiawaiannya menyulap akar kayu di ‘workshop’-nya yang berupa bangunan sederhana dengan penyangga kayu dan beratap terpal plastik. Meski baru berkiprah enam bulan di kota pisang ini, karya ukir kayu bonggolannya telah terpajang di kediaman para pejabat dan pengusaha.

Dari sekian kerajinan yang dirampungkan, Made mengaku, bentuk dan ukirannya tidak dipengaruhi motif Bali. Menurutnya, dalam memola sebuah bonggol kayu, tergantung permintaan pemesan.

“Apa saja yang mereka pesan, ya kami garap. Kemarin ada yang pesan patung Ganesha dan sudah saya antar ke rumahnya. Kalau yang ini burung, anggota polisi yang memesan,” terang Made, yang mendapatkan modal awal usahanya dari menjual sepeda motornya.

Dalam menentukan pola akan digarap, Made mengatakan, harus mencari bonggolan yang bisa dibentuk sesuai permintaan pemesan. Jika mereka memesan sebuah burung, ia mencari bonggolan yang bentuknya mirip burung.

“Kami tidak pernah menambal sulam. Kalau memang kayunya seperti itu, ya kami kerjakan apa adanya. Motifnya kami sesuaikan dengan bentuk bahan bakunya, sekalipun besar dan panjangnya kurang,” jelas Made.

Dengan modal pas-pasan, Made mengaku, untuk bahan baku ia masih menggantungkan dari pemesan. “Uang darimana untuk kulak kayu. Ya pemesan yang membawa sendiri,” ungkapnya.

Hingga saat ini, ia belum memiliki keberanian menambah modal dengan meminjam uang dari bank. Bahkan, bantuan dari pihak Pemkab Lumajang pun belum pernah ia terima. “Pegawai pemkab pernah ke sini, nanya-nanya. Tapi, sampai sekarang saya belum dapat bantuan,” jelasnya.

Selain membuka usaha di depan tempat tinggalnya, ia juga mendirikan Sanggar Ukir yang diberi nama Layung Sari. Melalui sanggarnya, Made membuka pintu bagi siapa saja yang hendak mendalami kerajinan ukir.

“Monggo kalau ingin belajar, gratis kok. Saya akan memberikan semua kemampuan yang saya miliki. Kalau sudah mampu, ayo membuka usaha. Saya tidak takut mereka nanti akan menjadi pesaing. Rezeki itu sudah ada yang mengatur,” tutur Made, yang mengandalkan fasilitas internet untuk pemasarannya berkat bantuan rekannya Bambang Sukamto, guru SMP Sukodono.

Sayangnya, karya yang dihasilkan Sanggar Layung Sari ini tidak dapat dinikmati kalangan ekonomi menengah ke bawah, karena harganya relatif mahal. Untuk sebuah karya, Made mematok paling rendah kisaran Rp 4 juta. “Tergantung mas, minim Rp 4 juta. Kemarin, saya menggarap patung Ganesa harganya Rp 50 juta,” pungkas Made.

Postingan populer dari blog ini

Sempat Dilarang Usaha, Kini Sehari Ciptakan 30 Item

Membidik pasar segmen wanita tentu bukan langkah yang salah. Pasalnya, hampir setiap wanita ingin terlihat lebih cantik dan modis. Ini pula yang disasar Oky Mia Octaviany, perajin aksesoris yang sukses masuk di segmen tersebut. Saat ini, beragam aksesoris seperti, bros, gelang, tas, anting, serta hiasan jilbab buatannya, banyak dikenal pembeli baik dari Jatim, luar pulau, bahkan hingga pasar ekspor ke Arab Saudi dan Eropa. Meski sebetulnya usaha yang ia jalankan berangkat dari kegagalannya merintis usaha sebelumnya. Wanita kelahiran Surabaya, Oktober 1971 lalu itu, memang pernah mencoba berbisnis makanan. Namun usaha itu ternyata hanya bertahan setahun. Itu membuat dia dilarang sang suami, Banyon Anantoseno, untuk menggeluti usaha. “Saya pun merenung ternyata kegagalan itu akibat saya tidak suka masak. Oleh karena itu, saya mencoba menggeluti lading bisnis lain yang selama ini saya sukai,” papar Oky ditemui di rumah sekaligus workshop-nya di kawasan Sidosermo Surabaya. Tahun 2

Peluang Usaha Kreatif Daur Ulang Limbah

Banyaknya limbah atau sampah yang setiap harinya diproduksi masyarakat, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yang ada di sekitar mereka. Segala macam usaha dilakukan pemerintah dan instansi swasta untuk menyelamatkan lingkungan dari tumpukan limbah sampah yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Program pemerintah untuk mengolah semua sampah, ternyata dimanfaatkan sebagian masyarakat menjadi peluang usaha baru yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari limbah sampah. Dengan munculnya peluang bisnis kreatif daur ulang limbah, dapat mengurangi jumlah limbah yang menumpuk serta memberikan keuntungan yang cukup besar bagi pelaku bisnisnya. Limbah sampah yang dihasilkan masyarakat, dengan kreativitas dan inovasi dari para pelaku bisnis, limbah sampah dapat didaur ulang dan dirubah menjadi produk baru yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Limbah organik seperti kayu, dedaunan, kulit telur serta tulang hewan dapat didaur ulang dan diolah menjadi berbagai kerajinan unik atau d

Ingin Bermanfaat Lebih Banyak melalui Roncean Tasbih

Tasbih umumnya terbuat dari bahan kayu cendana dengan dominasi warna coklat, hitam atau batu fosfor warna putih yang bisa menyala. Namun, kini semakin banyak dijumpai model tasbih dengan bahan mulai mutiara imitasi, kaca hingga batu-batuan. Warnanya pun semakin beragam, kuning, hijau, biru, ungu, juga pink. Di tangan Ira Puspitasari, aneka batu-batuan, perak, mutiara imitasi atau kaca itu bisa berubah wujud menjadi roncean tasbih nan cantik. Apalagi, masih ditambah batuan Swarovski. “Apa yang saya mulai ini karena belum cukup puas dengan produk aksesoris wanita. Saya ingin bisa memberi lebih banyak manfaat bagi semua orang atas hasil karyanya. Yaitu dengan membuat tasbih unik yang dibuat dari beragam batu-batuan,” tutur Ira, Kamis (12/8). Memang, tasbih buatannya tak lepas dari hasil keisengannya dalam memadupadan aksesoris dan barang yang selama ini telah ia geluti sejak dua tahun terakhir. “Saya berpikir kalau misalnya batu-batuan ini saya padu dengan butiran tasbih kayaknya c