Langsung ke konten utama

Panen Rupiah dari Ranjang Palik


Keberadaan ranjang ukir palik di Madura, khususnya di Kabupaten Bangkalan, tetap eksis. Meski sekarang banyak model ranjang hasil kreasi teknologi dengan gaya glamour, ranjang kayu dengan ciri khas ukiran ini tidak lekang di makan zaman.

Warga Bangkalan di Desa Berbeluk, Kecamatan Arosbaya, sudah tidak asing dengan ranjang palik ini. Terlebih, ciri-ciri unik yang terdapat pada keempat tiang dengan ukiran melingkar sebagai penyangga ranjang, tidak pernah berubah sejak 1995. “Paling-paling hanya menambah ukiran di antara tiang penyangga,” ujar Toyyib, perajin ranjang ukiran palik, saat ditemui belum lama ini.

Pria yang telah menggeluti kerajinan ranjang palik 20 tahun silam itu menuturkan, pemberian nama palik dikarenakan pada keempat tiang penyangganya terdapat ukiran melingkar. Orang Madura menyebutnya palik (mulet, bahasa Jawa). “Dulu tidak ada hiasan ukiran lain selain di empat tiangnya,” jelasnya.

Selama bergelut di seni ukir ranjang palik ini, Toyyib mengakui, memang ada sedikit pergeseran terkait bahan dasar yang digunakan. Jika dulu, keberadaan kayu jati sebagai bahan dasar sangat mudah dijumpai, sekarang sangat sulit dan harganya melambung tinggi.

Untuk itu, ia beralih menggunakan kayu jenis akasia yang kekuatannya tidak beda jauh dengan kayu jati. “Kalau pembeli pesan ranjang dengan kayu jati, pasti ada. Tapi, harganya sangat beda dengan menggunakan kayu akasia,” terang Toyyib.

Untuk ranjang ukir palik yang menggunakan kayu jati, ia mematok harga Rp 4,5 juta hingga Rp 5 juta. Sedang ranjang dengan kayu akasia kisarannya Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta. “Setiap bulannya, selain bulan lamaran, saya bisa menjual 3 hingga 4 unit atau Rp 10 juta per bulan,” ungkapnya.

Biasanya, musim ‘panen’ bagi pengusaha seni ukir ranjang palik ini menjelang musim nikah (lamaran). Saat itu, dengan stok banyak, perajin bisa menjual ranjang lebih dari 15 unit setiap harinya. “Di musim ini, kami sering kehabisan stok,” terangnya.

Bukan hal yang mustahil mereka bisa menjual sebanyak itu dalam setiap harinya. Hal ini didasarkan pada kultur masyarakat Bangkalan, di mana saat musim lamaran di bulan-bulan tertentu, calon penganten pria harus membawa seperangkat perlengkapan rumah tangga.

Dalam budaya ini, pihak perempuan pasti telah menyediakan sebuah rumah kosong untuk calon pengantin. Mau tidak mau, pihak pria harus memenuhi atau mengisi semua kebutuhan di rumah itu. Mulai dari tempat tidur, lemari, kulkas, dan lainya.

Moh Amin, 38, warga Desa Langkap, Kecamatan Burneh, Bangkalan mengatakan, telah memiliki ranjang palik ini sejak 45 tahun lalu. Meski begitu, ranjang miliknya tetap kuat. “Ini sejak alamarhum bapak masih muda. Beliau membeli saat melamar ibu saya,” kata pria tiga anak ini.

Tidak hanya saat bulan lamaran, Toyyib menambahkan, bulan puasa juga menjadi berkah bagi perajin. Pasalnya, kebanyakan warga Madura adalah perantau. “Jadi, yang baru datang dari Malaysia dan Arab Saudi, langsung memesan untuk hadiah untuk keluarga di hari raya,” terangnya. Untuk pasar domestik, ranjang ukir palik diminati warga Jawa Tengah, seperti Jogjakarta dan Solo.

Ukiran Lebih Rumit

Harga mahal bukan hanya ditilik dari bahan bakunya, tetapi juga proses ukirannya yang terbilang rumit. Untuk empat tiang dengan guratan melingkar ke atas, pengukirannya tidak bisa dilakukan dengan alat otomatis. “Tidak bisa dengan mesin bubut. Harus dengan pahat,” jelasnya.

Pasalnya, batang kayu yang dijadikan tiang palik akan lebih kecil pada pangkalnya. Untuk sketsanya saja, harus dengan gergaji sebelum diukir dengan menggunakan pahat. “Setelah itu baru dihaluskan dengan ampelas,” ujar Toyyib.

Adapun ukuran setiap ranjang adalah 1,5 meter x 2,25 meter. Untuk tiang paliknya, tinggi 2 meter dengan diameter 12 sentimeter. “Tergantung pesanan. Yang penting ukurannya simetris,” ujarnya.

Muhyan, perajin lain mengatakan, selain melihat kayu, pembuatan ranjang palik juga tergantung pada proses pengukuran keempat sisinya. Ranjang akan tahan lama jika jarak pada keempat siku yang ditopang oleh tiang-tiang jaraknya simetris. “Harus jeli dalam hal ini. Ranjang akan tahan lama jika tepat ukurannya,” katanya.

Dalam mengembangkan bisnis ukiran ini, diakui Muhyan, kendalanya adalah modal. Ia berharap akan ada yang memberi pinjaman dengan bunga ringan. Kekurangan modal juga berpengaruh pada tahap penjualan hasil karyanya. “Jika pesanan sedang sepi, kami setor ke para agen (penjual) yang lebih cepat memasarkan. Karena mereka banyak relasinya,” tutur Muhyan.

Perajin Misrudin, 45, yang menggeluti ranjang palek secara turun-temurun mengaku, berusaha bertahan menekuni usaha ini. Di gerainya yang berlokasi di depan terminal Sampang, ia kini mempekerjakan beberapa orang ahli dari Jepara.

“Ini upaya saya mengembangkan usaha, dengan mengombinasikan ukiran Jepara dan Madura,” ujar Misrudin. Menurutnya, waktu pembuatan ranjang palik tergantung tingkat kerumitan desain. Tetapi paling lama sebulan.

Saat ini, kata dia, ada tiga jenis pembuatan ranjang palik di antaranya jenis loros (minim ukiran), Plengkongan (ukiran agak menonjol) dan pebbengan (carak lebih rumit dan ukiran banyak). “Untuk jenis lorosan harganya cukup murah Rp 1,5 juta, jenis plengkongan Rp 3 juta.

Sedang jenis penebbengan kita buat terbatas tergantung pesanan, harganya lebih mahal yaitu Rp 5 juta,“ jelasnya.

Sayangnya, usaha perajin Madura dalam melestarikan salah satu kekayaan budaya daerah, kurang mendapat respons positif dari instansi terkait. Paling tidak membantu dalam penguatan permodalan, pembinaan maupun di segi pemasaran. Sehingga, sentra kerajinan ranjang palik akan bangkit kembali sebagai produk unggulan yang dapat diandalkan

Kades Berbeluk Ajib mengungkapkan, kebutuhan modal menjadi keluhan perajin sejak lama. “Kebanyak orang lebih senang dengan kayu jati dan itu butuh modal untuk beli kayu jati,” jelasnya.

Pengusaha kayu dan pemilik sawmild, Syaiful, 35, warga Desa Bengsereh, Kecamatan Sepuluh, menuturkan, untuk jenis kayu jati, satu gelondong dengan diameter 10 sentimeter harganya berkisar Rp 750.000. “Itu sudah ongkos potongnya,” jelasnya.

Untuk mengurangi beban perajin ranjang palik, Camat Arosbaya, H Rachmad Yunus S mengatakan, pihaknya telah berulangkali memberikan sumbangan dari Pemerintah Kabupaten Bangkalan. “Sumbangan berupa alat-alat produksi seperti, pemberian mesin potong kayu dan pahat listrik. Jika didukung alat canggih maka akan meningkatkan produksi,” ujarnya. surya.co.id

Postingan populer dari blog ini

Sempat Dilarang Usaha, Kini Sehari Ciptakan 30 Item

Membidik pasar segmen wanita tentu bukan langkah yang salah. Pasalnya, hampir setiap wanita ingin terlihat lebih cantik dan modis. Ini pula yang disasar Oky Mia Octaviany, perajin aksesoris yang sukses masuk di segmen tersebut. Saat ini, beragam aksesoris seperti, bros, gelang, tas, anting, serta hiasan jilbab buatannya, banyak dikenal pembeli baik dari Jatim, luar pulau, bahkan hingga pasar ekspor ke Arab Saudi dan Eropa. Meski sebetulnya usaha yang ia jalankan berangkat dari kegagalannya merintis usaha sebelumnya. Wanita kelahiran Surabaya, Oktober 1971 lalu itu, memang pernah mencoba berbisnis makanan. Namun usaha itu ternyata hanya bertahan setahun. Itu membuat dia dilarang sang suami, Banyon Anantoseno, untuk menggeluti usaha. “Saya pun merenung ternyata kegagalan itu akibat saya tidak suka masak. Oleh karena itu, saya mencoba menggeluti lading bisnis lain yang selama ini saya sukai,” papar Oky ditemui di rumah sekaligus workshop-nya di kawasan Sidosermo Surabaya. Tahun 2

Peluang Usaha Kreatif Daur Ulang Limbah

Banyaknya limbah atau sampah yang setiap harinya diproduksi masyarakat, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yang ada di sekitar mereka. Segala macam usaha dilakukan pemerintah dan instansi swasta untuk menyelamatkan lingkungan dari tumpukan limbah sampah yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Program pemerintah untuk mengolah semua sampah, ternyata dimanfaatkan sebagian masyarakat menjadi peluang usaha baru yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari limbah sampah. Dengan munculnya peluang bisnis kreatif daur ulang limbah, dapat mengurangi jumlah limbah yang menumpuk serta memberikan keuntungan yang cukup besar bagi pelaku bisnisnya. Limbah sampah yang dihasilkan masyarakat, dengan kreativitas dan inovasi dari para pelaku bisnis, limbah sampah dapat didaur ulang dan dirubah menjadi produk baru yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Limbah organik seperti kayu, dedaunan, kulit telur serta tulang hewan dapat didaur ulang dan diolah menjadi berbagai kerajinan unik atau d

Ingin Bermanfaat Lebih Banyak melalui Roncean Tasbih

Tasbih umumnya terbuat dari bahan kayu cendana dengan dominasi warna coklat, hitam atau batu fosfor warna putih yang bisa menyala. Namun, kini semakin banyak dijumpai model tasbih dengan bahan mulai mutiara imitasi, kaca hingga batu-batuan. Warnanya pun semakin beragam, kuning, hijau, biru, ungu, juga pink. Di tangan Ira Puspitasari, aneka batu-batuan, perak, mutiara imitasi atau kaca itu bisa berubah wujud menjadi roncean tasbih nan cantik. Apalagi, masih ditambah batuan Swarovski. “Apa yang saya mulai ini karena belum cukup puas dengan produk aksesoris wanita. Saya ingin bisa memberi lebih banyak manfaat bagi semua orang atas hasil karyanya. Yaitu dengan membuat tasbih unik yang dibuat dari beragam batu-batuan,” tutur Ira, Kamis (12/8). Memang, tasbih buatannya tak lepas dari hasil keisengannya dalam memadupadan aksesoris dan barang yang selama ini telah ia geluti sejak dua tahun terakhir. “Saya berpikir kalau misalnya batu-batuan ini saya padu dengan butiran tasbih kayaknya c