Langsung ke konten utama

Empat Sekolah yang Bawa Berkah


Tepat pukul 09.00 WIB, Himayanti bergegas mengemasi wadah tempat jamur crispy yang telah ia kemas kantong plastik kecil-kecil. Pagi itu akan menuju beberapa sekolah dasar (SD) tak jauh dari rumahnya di kawasan Wiyung, Surabaya.

Memang, setiap hari, Yanti, panggilan akrab ibu dua orang anak itu harus menitipkan jamur crispy olahannya ke sekolah-sekolah. Selain itu, ia juga memiliki dua gerobak yang siap dijalankan keliling oleh dua orang pekerjanya.

Anak sekolah dianggapnya masih menjadi pasar potensial bagi produk makanan ringan seperti jamur crispy. Oleh karenanya, segmen pasar itu pula yang saat ini menjadi bidikan Yanti untuk memasarkan produknya.

Baginya, dipilihnya jamur crispy bukan karena latah melihat booming makanan ringan berbahan jamur yang kini banyak diminati konsumen. Tersedianya pasokan jamur tiram sebagai bahan baku makanan ringan itu serta meningkatnya permintaan pada produk itu menjadi salah satu alasannya.

“Namun tentunya agar produk kita mendapat tempat di tengah persaingan yang cukup ketat, perlu kreativitas sehingga beda dengan yang sudah ada,” papar Yanti.

Ikhwal digelutinya usaha pembuatan makanan berbahan jamur itu sendiri, diakuinya dari hasil coba-coba yang dilakukannya. Setahun lalu, ia mencoba membeli satu bungkus jamur tiram yang mulai banyak dijual di pasar.

“Tak ingin hanya berupa jamur goreng atau keripik jamur yang itu-itu saja, saya mencobanya dengan jamur crispy. Ternyata keluarga banyak yang suka,” papar wanita 36 tahun ini.

Modal ‘dukungan’ keluarga mendasarinya untuk mencoba menjual produk olahannya. Memang, awalnya bukan langsung ke pasar luar, namun masih dikenalkan ke tetangga sekitar. Ternyata mereka cukup cocok dengan olahannya. Hal itu pula yang membuatnya bersemangat untuk menggeluti usaha jamur crispy.

Ini karena jamur crispy olahannya sengaja dibuat dengan beragam rasa, mulai keju, pizza, pedas, dan sebagainya.

Sebetulnya, usaha makanan olahan bukan kali ini saja digeluti istri Oman Hermawan ini. Sebelumnya ia pernah mengelola usaha atau menjadi mitra waralaba penjualan burger dari salah satu merek.

“Namun dalam perjalanan waktu ternyata pembeli burger lambat laun kian menurun. Saya harus subsidi hanya untuk membayar gaji pekerja untuk berjualan keliling. Oleh karena itu, melihat respon konsumen pada jamur crispy ini yang bagus, saya beralih ke sini,” ulas Yanti.

Awalnya, ia tak langsung mengganti usaha burger ke jamur crispy. Yanti tetap menjalankan bisnis burger, sementara jamur crispy ia titipkan ke salah satu kantin SD tak jauh dari rumahnya. Ternyata dari 30 bungkus yang ia titipkan, hanya menyisakan 1-2 bungkus. Hal itu membuatnya optimistis produknya diterima.

“Sekarang sudah ada empat SD yang rutin saya titipi produk saya. Dan rata-rata hampir semuanya terjual habis. Baru setelah melihat penjualan di sekolah bagus, saya tak jualan burger lagi, tapi menggantinya dengan jamur crispy,” ucap Yanti yang mengaku modal yang ia jalankan murni dari tabungan keluarga.

Tak mau hanya satu pilihan produk, Yanti menambah produknya dengan tahu crispy. Tahu yang dipotong mirip dadu kecil-kecil itu juga ia kemas dalam kantong plasik kecil. Produk ini pun laku keras. Soal harga, ia sesuaikan dengan segmen pasar anak sekolah serta kawasan yang biasa menjadi sasaran gerobaknya. Satu kantong plastik hanya Rp 2.000-4.000. Cukup murah memang.

Meski masih skala kecil, namun usaha yang dijalankan sejak tahun lalu itu telah mampu mampu menambah penghasilan keluarga. Paling tidak bisa dilihat dari omzet penjualannya yang rata-rata di kisaran Rp 400.000-500.000 per hari. Dalam seminggu, tak kurang dari 30 kilogram jamur tiram serta 200 biji tahu ia habiskan.

Puaskah Yanti dengan apa yang sudah ia jalankan? Ternyata tidak. Ada banyak harapan yang ia gantungkan pada usahanya. Selain ingin agar tampilan produk maupun kemasan jamur crispynya makin menarik, juga katahanannya.

“Karena makanan seperti ini sifatnya tak tahan lama, saya terus belajar bagaimana masa kadaluwarsanya bisa lebih lama tanpa bahan pengawet. Ini karena ada beberapa toko atau swalayan yang meminta,” tandasnya. surya.co.id

Postingan populer dari blog ini

Sempat Dilarang Usaha, Kini Sehari Ciptakan 30 Item

Membidik pasar segmen wanita tentu bukan langkah yang salah. Pasalnya, hampir setiap wanita ingin terlihat lebih cantik dan modis. Ini pula yang disasar Oky Mia Octaviany, perajin aksesoris yang sukses masuk di segmen tersebut. Saat ini, beragam aksesoris seperti, bros, gelang, tas, anting, serta hiasan jilbab buatannya, banyak dikenal pembeli baik dari Jatim, luar pulau, bahkan hingga pasar ekspor ke Arab Saudi dan Eropa. Meski sebetulnya usaha yang ia jalankan berangkat dari kegagalannya merintis usaha sebelumnya. Wanita kelahiran Surabaya, Oktober 1971 lalu itu, memang pernah mencoba berbisnis makanan. Namun usaha itu ternyata hanya bertahan setahun. Itu membuat dia dilarang sang suami, Banyon Anantoseno, untuk menggeluti usaha. “Saya pun merenung ternyata kegagalan itu akibat saya tidak suka masak. Oleh karena itu, saya mencoba menggeluti lading bisnis lain yang selama ini saya sukai,” papar Oky ditemui di rumah sekaligus workshop-nya di kawasan Sidosermo Surabaya. Tahun 2

Peluang Usaha Kreatif Daur Ulang Limbah

Banyaknya limbah atau sampah yang setiap harinya diproduksi masyarakat, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yang ada di sekitar mereka. Segala macam usaha dilakukan pemerintah dan instansi swasta untuk menyelamatkan lingkungan dari tumpukan limbah sampah yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Program pemerintah untuk mengolah semua sampah, ternyata dimanfaatkan sebagian masyarakat menjadi peluang usaha baru yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari limbah sampah. Dengan munculnya peluang bisnis kreatif daur ulang limbah, dapat mengurangi jumlah limbah yang menumpuk serta memberikan keuntungan yang cukup besar bagi pelaku bisnisnya. Limbah sampah yang dihasilkan masyarakat, dengan kreativitas dan inovasi dari para pelaku bisnis, limbah sampah dapat didaur ulang dan dirubah menjadi produk baru yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Limbah organik seperti kayu, dedaunan, kulit telur serta tulang hewan dapat didaur ulang dan diolah menjadi berbagai kerajinan unik atau d

Ingin Bermanfaat Lebih Banyak melalui Roncean Tasbih

Tasbih umumnya terbuat dari bahan kayu cendana dengan dominasi warna coklat, hitam atau batu fosfor warna putih yang bisa menyala. Namun, kini semakin banyak dijumpai model tasbih dengan bahan mulai mutiara imitasi, kaca hingga batu-batuan. Warnanya pun semakin beragam, kuning, hijau, biru, ungu, juga pink. Di tangan Ira Puspitasari, aneka batu-batuan, perak, mutiara imitasi atau kaca itu bisa berubah wujud menjadi roncean tasbih nan cantik. Apalagi, masih ditambah batuan Swarovski. “Apa yang saya mulai ini karena belum cukup puas dengan produk aksesoris wanita. Saya ingin bisa memberi lebih banyak manfaat bagi semua orang atas hasil karyanya. Yaitu dengan membuat tasbih unik yang dibuat dari beragam batu-batuan,” tutur Ira, Kamis (12/8). Memang, tasbih buatannya tak lepas dari hasil keisengannya dalam memadupadan aksesoris dan barang yang selama ini telah ia geluti sejak dua tahun terakhir. “Saya berpikir kalau misalnya batu-batuan ini saya padu dengan butiran tasbih kayaknya c