Langsung ke konten utama

Kue Kering, Renyah di Mulut Ringan di Kantong



Berlebaran tanpa kue kering rasanya tak afdol. Tradisi bertahun-tahun, suguhan kue kering menjadi wajib ada di tengah kebersamaan keluarga, saudara, teman dan tetangga, saat merayakan hari nan fitri. Penjual kue-kue kering pun memanfaatkan momen ini untuk meraup rupiah.

Bagi Sulastri, 29, tradisi membeli kue kering Lebaran sudah turun-temurun dilakukan keluarganya sejak ia masih kecil. “Saya sudah punya langganan sendiri, tetangga saya di daerah Bronggalan Sawah. Perpaduan resep kuenya pas. Meski harganya agak sedikit mahal dibandingkan yang dijual di toko, tapi rasanya memang lebih enak,” kata karyawan sebuah perusahaan kontraktor ini.

Sekali borong minimal Rp 500.000 terdiri dari beberapa item kue. “Kebetulan saya keluarga besar, jadi ada yang saya konsumsi sendiri dan ada yang saya berikan keluarga suami. Saya tinggal di rumah ibu dan ibu saya anak sulung, sementara saya anak bungsu pasti ramai kalau Lebaran,” ujar ibu dua anak ini.

Kebutuhan kue kering tidak saja dipakai hanya saat Lebaran, tapi memasuki Ramadan sudah mulai dikonsumsi untuk buka puasa dan camilan makan sahur. “Jadi, saya sudah beli sejak minggu lalu. Selain pesan tetangga, ada juga yang saya beli di Pasar Atom. Belanja banyak tak apa, karena menyenangkan orang kan bisa menyenangkan diri sendiri,” ucap Sulastri sumringah.

Salah satu pembuat kue kering adalah Hasti Utami, pemilik Bunga Bakery. Semula, menurut pengakuannya, kue kering buatannya tidak untuk dikomersialkan. Kue-kue itu khusus untuk konsumsi sendiri bersama keluarga.

“Tapi, karena banyak yang menyarankan akhirnya iseng-iseng saya tawarkan ke tetangga dan teman-teman di lingkungan kerja. Ternyata permintaannya diluar dugaan. Kue saya banyak dipuji,” aku wanita kelahiran Jember, 29 Agustus 1981 ini.

Namun, tidak seperti kue kering pada umumnya, kue buatan Hasti terbilang unik. Mengangkat tema scary cake yakni berupa kue-kue kering horor macam bentuk tengkorak, pemakaman, jari berdarah, pocong, dan lain-lain.

“Saya ingin beda saja. Selama ini kue Lebaran bentuknya kan gitu-gitu aja. Keponakan saya iseng nyuruh saya bikin kue yang aneh-aneh. Maka muncullah ide ini,” kata wanita yang baru saja resign dari perusahaan tepung terigu.

Modal awalnya cuma Rp 3 jutaan. Ia tak perlu beli peralatan dan perlengkapan untuk membuat kue karena semua dipinjami para pelaku UKM kue binaan perusahaan tempat ia dulu bekerja. Kebetulan saat itu, ia di posisi Customer Relation UKM.

“Saya hanya bikin kue pas Lebaran karena diluar masa itu saya ngurusi pekerjaan kantor. Sekarang promosinya terbantu lewat facebook jadi pemesanannya lebih luas. Tapi ya gitu, saya jadi pusing banyak menerima pesanan, sementara jumlah tenaga terbatas,” sambung alumnus Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Jember ini.

Bahkan, ia sengaja pasang harga mahal saat iseng promosi di jejaring sosial. Per toples ukuran 500 gram harganya mulai Rp 60.000. Semakin rumit bentuk kuenya, semakin mahal harganya. Ini karena kuenya harus dibuat satu per satu secara manual dengan tangan. “Kalau dengan alat cetak kan gampang, nah ini dibentuk satu per satu pakai tangan,” terang Hasti.

Ibu satu anak inipun tak khawatir kue horornya tak laku. “Meski ibu saya saja nggak mau makan, tapi terbukti banyak pemesan. Bahkan orang-orang dari luar negeri juga ada yang pesan, tapi untuk dikirim ke teman dan saudara mereka yang ada di Indonesia. Ini berarti potensi pasarnya bagus,” timpal Hasti. Omzet jualan kue menjelang Lebaran pun ditaksir tak kurang dari Rp 20 juta.

Pelaku UKM lainnya, Noor Shobah juga mengamini jika bisnis kue kering mendekati Lebaran sangat menguntungkan. “Diluar Lebaran, saya tidak jualan. Saya bikin dadakan memasuki bulan puasa. Sejak 2002 ketika tinggal di Jakarta saya sudah bikin, tapi brownies kering dengan topping cokelat. Dipasarkan ke teman-teman sendiri,” akunya.

Namun sejak pindah ke Surabaya, wanita kelahiran Lamongan 8 Juli 1974 ini berniat serius menekuni usahanya dengan mengambil kursus cake di kawasan perumahannya di Sidoarjo. “Keahlian saya bikin cake, tapi akhirnya saya pilih kue kering karena penjualannya lebih cepat,” lanjut mantan Guru Bahasa Indonesia SMP dan SMA ini.

Noor yang dulu menempuh pendidikan di IKIP Malang Jurusan Bahasa Indonesia ini mengaku, awal usahanya membuat kue sempat berkali-kali gagal resep. “Saya banyak mengoleksi buku resep kue, saya coba kalau gagal saya makan sendiri dan diberikan tetangga. Kalau sudah berasa enak barulah saya jual. Biasanya ke teman-teman kantor suami saya,” urai ibu seorang putri ini.

Dari modal awal Rp 500.000, sekarang omzetnya bisa tembus puluhan juta. Per hari, pemilik kue merek Bunda ini bisa bikin 20 toples kue dengan memanfaatkan 5 kilogram tepung terigu.

“Impian saya, saya ingin buka toko bahan kue atau penyalur bahan kue. Jadi, tidak sekadar jualan kue tapi suplai bahan. Karena jika bahan baku bisa murah maka perolehan marjin bisa lebih besar. Toko kecil-kecilan lah, tapi itu nanti kalau sudah ada rezeki karena investasinya minimal Rp 50 juta,” pungkas Noor. surya.co.id

Postingan populer dari blog ini

Sempat Dilarang Usaha, Kini Sehari Ciptakan 30 Item

Membidik pasar segmen wanita tentu bukan langkah yang salah. Pasalnya, hampir setiap wanita ingin terlihat lebih cantik dan modis. Ini pula yang disasar Oky Mia Octaviany, perajin aksesoris yang sukses masuk di segmen tersebut. Saat ini, beragam aksesoris seperti, bros, gelang, tas, anting, serta hiasan jilbab buatannya, banyak dikenal pembeli baik dari Jatim, luar pulau, bahkan hingga pasar ekspor ke Arab Saudi dan Eropa. Meski sebetulnya usaha yang ia jalankan berangkat dari kegagalannya merintis usaha sebelumnya. Wanita kelahiran Surabaya, Oktober 1971 lalu itu, memang pernah mencoba berbisnis makanan. Namun usaha itu ternyata hanya bertahan setahun. Itu membuat dia dilarang sang suami, Banyon Anantoseno, untuk menggeluti usaha. “Saya pun merenung ternyata kegagalan itu akibat saya tidak suka masak. Oleh karena itu, saya mencoba menggeluti lading bisnis lain yang selama ini saya sukai,” papar Oky ditemui di rumah sekaligus workshop-nya di kawasan Sidosermo Surabaya. Tahun 2

Peluang Usaha Kreatif Daur Ulang Limbah

Banyaknya limbah atau sampah yang setiap harinya diproduksi masyarakat, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yang ada di sekitar mereka. Segala macam usaha dilakukan pemerintah dan instansi swasta untuk menyelamatkan lingkungan dari tumpukan limbah sampah yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Program pemerintah untuk mengolah semua sampah, ternyata dimanfaatkan sebagian masyarakat menjadi peluang usaha baru yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari limbah sampah. Dengan munculnya peluang bisnis kreatif daur ulang limbah, dapat mengurangi jumlah limbah yang menumpuk serta memberikan keuntungan yang cukup besar bagi pelaku bisnisnya. Limbah sampah yang dihasilkan masyarakat, dengan kreativitas dan inovasi dari para pelaku bisnis, limbah sampah dapat didaur ulang dan dirubah menjadi produk baru yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Limbah organik seperti kayu, dedaunan, kulit telur serta tulang hewan dapat didaur ulang dan diolah menjadi berbagai kerajinan unik atau d

Ingin Bermanfaat Lebih Banyak melalui Roncean Tasbih

Tasbih umumnya terbuat dari bahan kayu cendana dengan dominasi warna coklat, hitam atau batu fosfor warna putih yang bisa menyala. Namun, kini semakin banyak dijumpai model tasbih dengan bahan mulai mutiara imitasi, kaca hingga batu-batuan. Warnanya pun semakin beragam, kuning, hijau, biru, ungu, juga pink. Di tangan Ira Puspitasari, aneka batu-batuan, perak, mutiara imitasi atau kaca itu bisa berubah wujud menjadi roncean tasbih nan cantik. Apalagi, masih ditambah batuan Swarovski. “Apa yang saya mulai ini karena belum cukup puas dengan produk aksesoris wanita. Saya ingin bisa memberi lebih banyak manfaat bagi semua orang atas hasil karyanya. Yaitu dengan membuat tasbih unik yang dibuat dari beragam batu-batuan,” tutur Ira, Kamis (12/8). Memang, tasbih buatannya tak lepas dari hasil keisengannya dalam memadupadan aksesoris dan barang yang selama ini telah ia geluti sejak dua tahun terakhir. “Saya berpikir kalau misalnya batu-batuan ini saya padu dengan butiran tasbih kayaknya c