Langsung ke konten utama

Bermodal Pesangon, Kreatif Ciptakan Mainan Edukatif


Mainan edukatif (educative toys) berbahan kayu kian diminati masyarakat dan kalangan pendidikan. Selain lebih awet, juga lebih ramah lingkungan dibanding bahan plastik. Hanya saja, kualitas dan keanekaragaman produk, serta faktor keamanan bagi anak-anak terkadang masih jadi masalah.

Itu sebabnya, Singgang Margono, 45, warga Perumahan Griya Jombang Indah B-1 Jombang mencoba memproduksi mainan edukatif berbahan kayu, kendati masih skala industri rumahan. Namun demikian, mainan kreasinya sudah dengan standar kualitas memadai, banyak pilihan (keragaman produk), selain aman bagi anak-anak.

Dari sisi kualitas, jelas memadai. Ini karena Singgang menggunakan bahan kayu dengan tingkat kekeringan tinggi. Sebelum diolah menjadi mainan, bahan kayu dikeringkan dengan cara oven lebih dulu. “Kalau diukur, mungkin kandungan air pada kayu mainan saya tinggal 0,12 persen,” kata Singgang, di kediamannya, awal pekan ini.

Menurut Singgang, tingkat kekeringan memang harus tinggi agar lebih awet, tidak dimakan kutu kayu. “Lebih-lebih jika dipajang di supermarket yang biasanya menggunakan AC. Kalau tingkat kekeringan kayu kurang tinggi, bisa cepat terkena kutu,” jelasnya.

Untuk keberagaman, kini ada lebih dari 50 item atau jenis mainan kayu edukatif yang diproduksi. Mulai dari puzzle susun pelangi, pecahan bulat, bangunan unit sampai alat menjiplak.

“Intinya, semua mainan untuk melatih imajinasi, kreativitas, motorik halus, motorik kasar, melatih anak mengenal warna dan lainnya,” imbuh lulusan Fakultas Hukum, Universitas Darul Ulum Jombang ini.

Faktor keamanan bagi anak juga menjadi hal penting. Antara lain, dia tidak menggunakan cat yang mengandung racun atau toxic. “Semua cat dan tiner yang saya gunakan nontoxic. (Mainan) Dikulum seperti ini pun tak bahaya,” jelas Singgang, sembari mengulum mainan ‘pecah bulat’.

Harga pun menjadi perhatian ayah tiga anak ini. “Harga yang kami patok termasuk murah. Bahkan ada yang Rp 3.000 per pieces,” imbuhnya.

Harga yang dipatok bisa miring karena Singgang melakukan efisiensi dalam proses pembuatan produk, tanpa menurunkan kualitas. “Selain kayu pinus, kami menggunakan kayu karet yang sudah tidak diambil getahnya. Ini sebenarnya limbah dan kami beli di Malang,” terangnya.

Demi efisiensi pula, Singgang tak pernah membuang potongan kayu sisa produksi. “Semua saya kumpulkan, karena sekecil apapun pasti ada gunanya untuk selanjutnya,” kata suami Liana ini.

Dengan menjaga kualitas, aman digunakan, keberagaman mainan, serta harga miring, produk Singgang kian diminati, baik kalangan keluarga, lembaga pendidikan (TK dan playgroup), juga sejumlah supermarket. “Pelanggan kami sampai luar pulau, antara lain Medan,” jelas Singgang.

Usaha alat permainan edukatif berbahan kayu yang dirintis sejak 2007 itu lumayan berkembang. Dengan tetap menggunakan rumah tinggalnya sebagai tempat merancang desain, produksi sekaligus show room, kini omzetnya rata-rata Rp 20 juta per bulan.

Singgang Margono mengawali usaha yang kini diberi nama Kids & Play ini baru tiga tahun silam. Saat itu dia baru di-PHK dari pekerjaannya sebagai desainer pada perusahaan mainan anak berbahan kayu khusus ekspor, PT Mentari Massen Toys Indonesia (MMTI), yang bangkrut.

Dengan pesangon tak seberapa, dia mulai merintis usaha mainan anak edukatif berbahan kayu. “Pesangon saya belikan beberapa mesin, seperti mesin bor, gergaji, dan mulai produksi mainan anak,” ujarnya.

Pengalaman selama bekerja di PT MMTI dia praktikkan dalam usaha barunya. “Tapi khusus rancangan, saya lakukan modifikasi, saya sesuaikan dengan kultur lokal. Ini karena produk saya tidak untuk ekspor, juga menghindari tuduhan plagiat,” tegas Singgang.

Singgang yang pernah kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta selama enam semester, tak terlalu sulit ketika harus merancang dan mengembangkan desain mainan buatannya, guna menambah keberagaman produk. “80 persen mainan ini hasil rancangan sendiri,” terangnya.

Seperti pelaku usaha umumnya, semula Singgang kesulitan memasarkan produknya. “Banyak TK, playgroup dan toko mainan menolak ketika saya tawari. Rupanya mereka kurang percaya,” ungkapnya.

Tapi ia tak putus asa, hampir setiap hari Singgang menjelajahi TK, playgroup dan toko-toko untuk menawarkan. Sampai akhirnya ada beberapa yang berminat, kendati membeli dalam bentuk eceran.

Dari sini, pembeli mulai percaya produknya cukup berkualitas. Peminat pun kian banyak. Lebih-lebih setelah dia rajin mengikuti pameran hasil kerajinan di luar daerah. Sejumlah order diperoleh, termasuk supermarket besar di Surabaya, Mojokerto, Malang dan Kediri.

Hanya saja, untuk produksi secara massal, misalnya order ribuan pieces, Singgang mengaku tidak berani. “Selain menjaga kualitas, kemampuan kami juga terbatas. Paling kami hanya mampu memproduksi 300 pieces per minggu,” tutur Singgang, yang kini memiliki enam orang karyawan. surya.co.id

Postingan populer dari blog ini

Sempat Dilarang Usaha, Kini Sehari Ciptakan 30 Item

Membidik pasar segmen wanita tentu bukan langkah yang salah. Pasalnya, hampir setiap wanita ingin terlihat lebih cantik dan modis. Ini pula yang disasar Oky Mia Octaviany, perajin aksesoris yang sukses masuk di segmen tersebut. Saat ini, beragam aksesoris seperti, bros, gelang, tas, anting, serta hiasan jilbab buatannya, banyak dikenal pembeli baik dari Jatim, luar pulau, bahkan hingga pasar ekspor ke Arab Saudi dan Eropa. Meski sebetulnya usaha yang ia jalankan berangkat dari kegagalannya merintis usaha sebelumnya. Wanita kelahiran Surabaya, Oktober 1971 lalu itu, memang pernah mencoba berbisnis makanan. Namun usaha itu ternyata hanya bertahan setahun. Itu membuat dia dilarang sang suami, Banyon Anantoseno, untuk menggeluti usaha. “Saya pun merenung ternyata kegagalan itu akibat saya tidak suka masak. Oleh karena itu, saya mencoba menggeluti lading bisnis lain yang selama ini saya sukai,” papar Oky ditemui di rumah sekaligus workshop-nya di kawasan Sidosermo Surabaya. Tahun 2

Peluang Usaha Kreatif Daur Ulang Limbah

Banyaknya limbah atau sampah yang setiap harinya diproduksi masyarakat, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yang ada di sekitar mereka. Segala macam usaha dilakukan pemerintah dan instansi swasta untuk menyelamatkan lingkungan dari tumpukan limbah sampah yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Program pemerintah untuk mengolah semua sampah, ternyata dimanfaatkan sebagian masyarakat menjadi peluang usaha baru yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari limbah sampah. Dengan munculnya peluang bisnis kreatif daur ulang limbah, dapat mengurangi jumlah limbah yang menumpuk serta memberikan keuntungan yang cukup besar bagi pelaku bisnisnya. Limbah sampah yang dihasilkan masyarakat, dengan kreativitas dan inovasi dari para pelaku bisnis, limbah sampah dapat didaur ulang dan dirubah menjadi produk baru yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Limbah organik seperti kayu, dedaunan, kulit telur serta tulang hewan dapat didaur ulang dan diolah menjadi berbagai kerajinan unik atau d

Ingin Bermanfaat Lebih Banyak melalui Roncean Tasbih

Tasbih umumnya terbuat dari bahan kayu cendana dengan dominasi warna coklat, hitam atau batu fosfor warna putih yang bisa menyala. Namun, kini semakin banyak dijumpai model tasbih dengan bahan mulai mutiara imitasi, kaca hingga batu-batuan. Warnanya pun semakin beragam, kuning, hijau, biru, ungu, juga pink. Di tangan Ira Puspitasari, aneka batu-batuan, perak, mutiara imitasi atau kaca itu bisa berubah wujud menjadi roncean tasbih nan cantik. Apalagi, masih ditambah batuan Swarovski. “Apa yang saya mulai ini karena belum cukup puas dengan produk aksesoris wanita. Saya ingin bisa memberi lebih banyak manfaat bagi semua orang atas hasil karyanya. Yaitu dengan membuat tasbih unik yang dibuat dari beragam batu-batuan,” tutur Ira, Kamis (12/8). Memang, tasbih buatannya tak lepas dari hasil keisengannya dalam memadupadan aksesoris dan barang yang selama ini telah ia geluti sejak dua tahun terakhir. “Saya berpikir kalau misalnya batu-batuan ini saya padu dengan butiran tasbih kayaknya c